Assalamualaikum wrt wbt
Alhamdulillah, puji sujud syukur. Syukur dengan hikmah yang disempatkan untuk aku lihat dan renungkan.
Hari ini, saat bangun solat Subuh, aku merasa sesuatu. Perasaan ada yang kurang. Perasaan ini selalu berkunjung setelah aku menangis atau mungkin kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat ku sayangi. Allahuakbar.
Sambil mengambil wuduk, kepalaku berputar. Mencari punca resahnya hati.
Allahuakbar, memoriku seperti berhenti di satu sisi otak yang mengingatkan aku tentang cerita pilu semalam. Cerita dia, cerita yang insyaAllah akan aku ingat sampai bila-bila.
Hari Jumat, 29-07-2011.
Hari ini aku bertugas di Ruangan (Ward). Aku tidak pulang semalaman memandangkan aku harus menyelesaikan edit referat dan melunaskan kerja seperti patient's report.
"Dok, ini ada pasien baru, pasien datang dari poliklinik" sambil tersenyum seorang nurse menghulurkan fail pesakit kepadaku dan berlalu meninggalkanku sendiri.
Mataku sudah kemerahan panas. Semalaman aku tidur cuma 2 jam. Aku melihat jam, 1400
"Ya Allah, sebentar lagi mulai waktu oncall. Mana lagi aku belum istirehat, belum makan, ini datang pesakit baru. Allah" Hatiku menggerutu, aku kepenatan yang hanya Allah SWT dan aku mengetahui persis.
Aku membaca-baca fail dan status penyakitnya. "Huh, Decompensatio Cordis (Heart Failure)??"
Anak ini mengidap penyakit jantung sejak kecil.
Aku melangkah lemah, mahu melihat pesakit anak yang baru masuk ini. Aku sungguh-sungguh penat. Aku masuk ke ruangan anak ini.
Sayu. Hiba.
Anak ini kelihatan sangat lemah. Pucat. Namun begitu, sangat kooperatif. Memberikan informasi sesuai pertanyaanku. Tidak seperti anak yang rata-rata sebayanya, anak ini malah kelihatan petah berkata. Sedikit menghibur hatiku yang kelelahan.
Aku bertanya-tanya beberapa soalan, lantas memeriksa anak ini. Usai semuanya, aku kembali ke ruang khusus buat menulis report yang aku dapatkan.
Aku lalu memberikan instruksi kepada nurses yang ada supaya perhatian penuh diberikan kepada anak ini. Baik tanda vitalnya, cairan yang masuk dan keluar, pemberian oksigen dan ubat-ubatan.
"Teteh, aku pulang dulu ya. Nitip pasien ini. Aku harus beres-beres sebelum jaga (oncall) bentar lagi" kataku kepada Ketua Jururawatnya. Sebagai tanda hormatku dan pesanan agar mereka tahu keberadaanku.
Petang itu aku ditugaskan di Emergency Unit. Sedang asyik aku menguruskan semua pesakit anak,
"Aimi kamu dah solat Maghrib?" tanya sahabatku.
"Astaghfirullahal 'azim. Belum, titip pasien anak ya. Aku mahu solat dulu" saya melihat jam, hampir menjelang Isya.
Pesakit-pesakit anak yang datang tidak berhenti. Sejak mulai jadual oncall jam 1500, aku belum istirehat. Ke hulu dan ke hilir menguruskan semua pesakit anak. Hanya ada seorang dokter umum senior dan seorang dokter magang, jadi kami berdualah berganding bahu menangani semua pesakit-pesakit anak. Kebetulan rakan-rakan dari Department lain turut menghulurkan bantuan.
Aku mempercepatkan langkah. Rencanaku mahu solat di ruangan paediatric saja. Lebih nyaman menurutku, kebetulan ada temanku juga yang oncall di Ward.
Usai solat Maghrib, temanku berkata,
"Aimi, bantuin dong. Lihat pasien anak yang Decomp (Heart Failure). Anaknya kelihatan gelisah" kata temanku. Aku melangkah cepat ke anak ini.
Aku lihat anak ini sesak teruk. Bicaranya jadi termengap-mengap. Sepatah-sepatah kata yang keluar. Tapi aku melihat dia masih berbicara.
Saat aku memeriksa anak ini, aku lantas bertanya, ingin tahu apa yang dibicarakannya,
Sambil memeriksa anak ini, saya bertanya, "Adik sayang, baca apa?"
Dengan menguatkan suara yang termengah,
"Kul inna sallati wanusuki, wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin"
[Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidupku, matiku semuanya kerana Allah Pemilik sekelian alam]
Dia mengulangi bacaanya berulang kali. Di sebelah anak ini, aku melihat neneknya setia menemani.
"Cucu saya biasa mengulangi bacaan Al-Quran yang dia hafal" tanpa diminta, neneknya bersuara.
Betapa hatiku menangis syahdu. Aku langsung meninggalkan anak ini tanpa melihat lagi wajahnya. Bukan kerana aku mahu lari dari tugas tapi hati aku tidak sanggup melihat saat itu.
Aku duduk sendiri di ruangan yang menempatkan kami dokter magang dan semua jururawat.
Aku termenung sendiri. Ada hiba di situ. Ayat Al-Quran itu adalah prinsip hidupku. Sungguh ironi, aku menulis setiap hari, aku beritahu dunia, inilah prinsip hidupku. Namun begitu, anak ini sangat sederhana caranya tapi sangat terkesan dihatiku. Aku yakin anak ini ikhlas. Aku yakin anak ini tahu apa yang dibacanya.
Jauh terbersit dari sudut hatiku, anak ini boleh saja menangis, merengek tetapi dia memilih untuk murajaah bacaan Al-Quran. Allahuakbar. Betapa tinggi dan mulia akhlaq anak ini.
Kakak kepada anak perempuan ini tadi cuba menghibur adiknya.
"Ayo adik, kita main-main. Gini loh, kita main Pepsodent (Macam main Coca-cola, then kena statik berhenti, tahan ketawa, jangan bergerak. Siapa yang bertahan tanpa bergerak dan bersuara, dialah pemenangnya). Kakak traktir(belanja) kamu apel kalau kamu diam ya" kata kakaknya.
"Ok" jawab adiknya ringkas sambil masih termengah-mengah. Mungkin niat kakaknya mahu menghiburkan hati adiknya.
"Pepsodent" suara keras kakaknya kedengaran
Setelah sekian lama, kakaknya menyerah kalah. Menyerah kepenatan, mungkin. Dia langsung mengumumkan adiknya layak memegang gelar pemenang.
Namun siapa sangka. Siapa menduga. Permainan siapa paling lama diam, statik tidak bergerak, tidak bersuara merupakan permainan terakhir mereka adik-beradik.
Adiknya kelihatan diam. Mungkin sangka kakaknya adiknya berlakon untuk memenangi perlumbaan ini
Suara kakaknya yang menangis histeris mengejutkan semua orang. Semua kekagetan. Bergegeas berlari ke sana.
Innalillahi. Anak ini telah kembali ke rahmatullah.
Aku yang bertugas di Emergency Unit mendapat sms dari temanku,
"Aimi, anak XX meninggal dunia" ringkas tapi membuat hati menangis.
Tanpa aku sedar, aku menangis. Berjujuran airmataku mengalir deras membasahi pipi.
"Ya Allah, Tuhanku, kepada Kau aku meminta dan bersujud. Aku mohon, Kau tempatkanlah anak ini bersama kekasihMu Ya Rabb" dalam diam aku berdoa.
Malam itu tidak seperti malam-malam lainnya. Aku masih diselubungi 1001 perasaan, keinsafan, hikmah yang tidak berbelah bagi.
Aku yakin, Allah SWT tidak mengirimkan anak ini sengaja tanpa harus ada ibrah yang harus ku ambil. Allah, aku bersujud syukur. Perginya dia itu telah membekas baik dalam hatiku. Kenangan ini akanku simpan sampai bila-bila. InsyaAllah.
Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semuanya kerana Allah Pemilik Sekelian Alam (6:162)
Sabtu, 30 Julai 2011
Selasa, 19 Julai 2011
Magang Story 3: Tangisan (T_T)
Assalamualaikum wrt wbt,
Alhamdulillah, selesai sudah minggu pertama di Anak, RSUD Karawang.
Masih bersisa 3 minggu lagi. (I can make it, InsyaAllah)
Baiklah, saya ingin berkongsi sebuah cerita. Pengalaman sewaktu oncall.
Hari itu, saya bertugas di Paediatric Emergency Unit
Sekitar jam waktunya makan tengahari, datang sepasang suami isteri. Isterinya mengendong bayi kecil. Wajah mereka kelihatan cemas.
Saya melihat kelibat mereka, langsung bergegas bangun dan menyapa.
Saya mengendong anak mereka lalu membawa ke ruang perawatan anak-anak.
Sewaktu selesai anamnesis, pemeriksaan fisik, ternyata anak ini ada Convulsion Febris (kejang demam) disebabkan infeksi saluran nafas atas.
Suhunya sangat tinggi, hyperpyrexia, 41.2', sebentar-sebentar kejang.
Saya menulis obat-obat yang harus dibeli.
"Pak, maaf. Ini ada obat-obat yang harus SEGERA diberikan. Punten, dibeli obat-obatnya di Apotek (Farmasi) Emergency sana" sambil mengarahkan bapak bayi ini.
"Baik ibu" balas bapak tadi. Wajahnya muram. Dia berjalan lemah.
Saya masih merasa aneh, namun saya pendamkan saja.
Berbeza reaksi bapak ini dengan bapak-bapak yang lain saat saya memberikan obat. Selalunya mereka berlari mengambil obat.
10 menit.......
20 menit......
30 menit......
30 menit saya tunggu, masih tetap bapanya tidak membawa obat yang saya minta dibelikan buat anaknya tadi. Saya masih berdiri di sebelah anaknya. Saya masih memberikan perhatian kepada anak ini.
Saya bertanya kepada isterinya,
"Ibu, bapaknya mana? Anak ini kejang-kejang. Harus segera masuk obat" kataku.
"Ngga tahu dok" balas isterinya yang masih gelisah melihat anaknya sebentar-sebentar kejang.
"Coba ibu telefon" kataku memberikan cadangan.
"Kami ngga punya HP" kata ibu ini lagi.
Merasa ada perasaan yang meregut nafas saya sebentar. Saya terdiam. Saya meminta suatu hal di luar kemampuan mereka. Astaghfirullah. Saya merasa bersalah.
"Oh, maaf bu" kataku.
Setelah melewati 30 menit, saya nekad meninggalkan bayi ini untuk mencari bapaknya.
Saat saya melangkah keluar dari ruang perawatan anak-anak, saya melihat bapaknya berdiri tegak, di luar pintu. Tidak sama sekali terlihat ingin masuk ke ruangan perawatan anaknya.
"Bapak, saya tunggu di dalam lebih 30 menit. Bapak ke mana? Obatnya sudah dibeli?" tanyaku dengan nada yang agak tegas memandangkan risiko ancaman insufficiency glucose supply ke otak jika anak tadi terus menerus kejang.
Bapak tadi masih tertunduk.
Diam, tidak berkata walau sepatah. Wajahnya polos tidak bereaksi. Saat dia mengangkat kepalanya, saya merakam persis dalam memori saya, wajahnya. Mata bapak tadi kemerahan, terlihat genangan air mata.
Saya terdiam. Berhenti bertanya.
"Pak......." saya bersuara.
Dengan sendu sedan, bapak tadi menahan tangis. Tangannya menggeletar, menunjukkan wangnya, Rp 30k (RM 15) dan resep obat-obatan ke saya. Dia tidak mampu membeli obat-obat tadi. Namun begitu, dia tidak tega melihat anaknya yang masih kejang. Hanya berdiri di luar ruang perawatan dan menangis kerana kegagalannya memberikan sebaiknya buat anak kecil.
Ya Allah..Ya Rabbi..
Tanpa saya sedar, airmata saya keluar.
Saya tidak dapat menahan lagi melihat betapa perihnya bapak ini berusaha mencari wang buat membeli obat-obat anaknya.
Astaghfirullah.
Saat itu saya merasa, betapa hinanya diri.
Saya punya ilmu.
Saya punya wang.
Saya punya sesuatu yang bapak ini perlukan dan saya tidak dapat memberikannya.
Saya berlalu meninggalkan bapak ini. Saya bergegas ke bilik air. Menangis sepuasnya. Menangis dengan penuh rasa keinsafan.
Betapa saya kurang peka dengan situasi yang dihadapi pasangan ini.
Akhirnya, saya keluar dari bilik air, saya mengambil resep dari bapak tadi dan mengurangi jumlah obat. Cukup buat obat penurun panas.
Alhamdulillah, bapak tadi masih mampu. Syukur. Dengan izinNya, anak tadi tidak kejang lagi. Namun begitu, tetap berulang setelah dosis obatnya habis.
Setelah 2jam observasi, nama bapak ini dipanggil dari bagian administrasi.
"Maaf pak, ini ada obat antibiotik yang harus disuntik, tolong dibeli ya" kata perawat (nurse) di situ atas instruksi dokter specialist.
"Berapa harganya?" tanya bapak tadi, terlihat getaran kecil saat bapak tadi memegang resep obat.
"Rp 200k (RM 100)" ringkas jawapannya.
Bapak ini melihat saya dengan pandangan sayu.
Ya Allah, Ya Rabb..
Saya melihat wajah dan kudrat orang tua ini. Saya melihat sosoknya yang menahan tangis.
Airmata saya bergenang. Saya palingkan wajah saya dari melihat pasangan ini.
Saya tidak sanggup kerana lebih lama saya memandang mereka, lebih saya merasa jijik dengan diri sendiri kerana gagal membantu.
Astaghfirullah.
Saya melangkah lemah, saya mengusap bahu ibunya. Saya memberikan kata-kata semangat sambil menahan tangisan.
Astaghfirullah.
Ya Allah, Kau berkatilah usaha mereka, Kau redhailah usaha mereka dalam memberikan yang terbaik kepada amanahMu itu. Ameen.
Alhamdulillah, selesai sudah minggu pertama di Anak, RSUD Karawang.
Masih bersisa 3 minggu lagi. (I can make it, InsyaAllah)
Baiklah, saya ingin berkongsi sebuah cerita. Pengalaman sewaktu oncall.
Hari itu, saya bertugas di Paediatric Emergency Unit
Sekitar jam waktunya makan tengahari, datang sepasang suami isteri. Isterinya mengendong bayi kecil. Wajah mereka kelihatan cemas.
Saya melihat kelibat mereka, langsung bergegas bangun dan menyapa.
"Assalamualaikum, ada yang boleh saya bantu?" tanya saya.
"Wa'alaikumussalam, dokter ya?" tanya mereka.
"Iya, saya dokter magang Anak" balas saya.
"Anak saya kejang-kejang" balas mereka lagi.
"Wa'alaikumussalam, dokter ya?" tanya mereka.
"Iya, saya dokter magang Anak" balas saya.
"Anak saya kejang-kejang" balas mereka lagi.
Saya mengendong anak mereka lalu membawa ke ruang perawatan anak-anak.
Sewaktu selesai anamnesis, pemeriksaan fisik, ternyata anak ini ada Convulsion Febris (kejang demam) disebabkan infeksi saluran nafas atas.
Suhunya sangat tinggi, hyperpyrexia, 41.2', sebentar-sebentar kejang.
Saya menulis obat-obat yang harus dibeli.
"Pak, maaf. Ini ada obat-obat yang harus SEGERA diberikan. Punten, dibeli obat-obatnya di Apotek (Farmasi) Emergency sana" sambil mengarahkan bapak bayi ini.
"Baik ibu" balas bapak tadi. Wajahnya muram. Dia berjalan lemah.
Saya masih merasa aneh, namun saya pendamkan saja.
Berbeza reaksi bapak ini dengan bapak-bapak yang lain saat saya memberikan obat. Selalunya mereka berlari mengambil obat.
10 menit.......
20 menit......
30 menit......
30 menit saya tunggu, masih tetap bapanya tidak membawa obat yang saya minta dibelikan buat anaknya tadi. Saya masih berdiri di sebelah anaknya. Saya masih memberikan perhatian kepada anak ini.
Saya bertanya kepada isterinya,
"Ibu, bapaknya mana? Anak ini kejang-kejang. Harus segera masuk obat" kataku.
"Ngga tahu dok" balas isterinya yang masih gelisah melihat anaknya sebentar-sebentar kejang.
"Coba ibu telefon" kataku memberikan cadangan.
"Kami ngga punya HP" kata ibu ini lagi.
Merasa ada perasaan yang meregut nafas saya sebentar. Saya terdiam. Saya meminta suatu hal di luar kemampuan mereka. Astaghfirullah. Saya merasa bersalah.
"Oh, maaf bu" kataku.
Setelah melewati 30 menit, saya nekad meninggalkan bayi ini untuk mencari bapaknya.
Saat saya melangkah keluar dari ruang perawatan anak-anak, saya melihat bapaknya berdiri tegak, di luar pintu. Tidak sama sekali terlihat ingin masuk ke ruangan perawatan anaknya.
"Bapak, saya tunggu di dalam lebih 30 menit. Bapak ke mana? Obatnya sudah dibeli?" tanyaku dengan nada yang agak tegas memandangkan risiko ancaman insufficiency glucose supply ke otak jika anak tadi terus menerus kejang.
Bapak tadi masih tertunduk.
Diam, tidak berkata walau sepatah. Wajahnya polos tidak bereaksi. Saat dia mengangkat kepalanya, saya merakam persis dalam memori saya, wajahnya. Mata bapak tadi kemerahan, terlihat genangan air mata.
Saya terdiam. Berhenti bertanya.
"Pak......." saya bersuara.
Dengan sendu sedan, bapak tadi menahan tangis. Tangannya menggeletar, menunjukkan wangnya, Rp 30k (RM 15) dan resep obat-obatan ke saya. Dia tidak mampu membeli obat-obat tadi. Namun begitu, dia tidak tega melihat anaknya yang masih kejang. Hanya berdiri di luar ruang perawatan dan menangis kerana kegagalannya memberikan sebaiknya buat anak kecil.
Ya Allah..Ya Rabbi..
Tanpa saya sedar, airmata saya keluar.
Saya tidak dapat menahan lagi melihat betapa perihnya bapak ini berusaha mencari wang buat membeli obat-obat anaknya.
Astaghfirullah.
Saat itu saya merasa, betapa hinanya diri.
Saya punya ilmu.
Saya punya wang.
Saya punya sesuatu yang bapak ini perlukan dan saya tidak dapat memberikannya.
Saya berlalu meninggalkan bapak ini. Saya bergegas ke bilik air. Menangis sepuasnya. Menangis dengan penuh rasa keinsafan.
Betapa saya kurang peka dengan situasi yang dihadapi pasangan ini.
Akhirnya, saya keluar dari bilik air, saya mengambil resep dari bapak tadi dan mengurangi jumlah obat. Cukup buat obat penurun panas.
Alhamdulillah, bapak tadi masih mampu. Syukur. Dengan izinNya, anak tadi tidak kejang lagi. Namun begitu, tetap berulang setelah dosis obatnya habis.
Setelah 2jam observasi, nama bapak ini dipanggil dari bagian administrasi.
"Maaf pak, ini ada obat antibiotik yang harus disuntik, tolong dibeli ya" kata perawat (nurse) di situ atas instruksi dokter specialist.
"Berapa harganya?" tanya bapak tadi, terlihat getaran kecil saat bapak tadi memegang resep obat.
"Rp 200k (RM 100)" ringkas jawapannya.
Bapak ini melihat saya dengan pandangan sayu.
Ya Allah, Ya Rabb..
Saya melihat wajah dan kudrat orang tua ini. Saya melihat sosoknya yang menahan tangis.
Airmata saya bergenang. Saya palingkan wajah saya dari melihat pasangan ini.
Saya tidak sanggup kerana lebih lama saya memandang mereka, lebih saya merasa jijik dengan diri sendiri kerana gagal membantu.
Astaghfirullah.
Saya melangkah lemah, saya mengusap bahu ibunya. Saya memberikan kata-kata semangat sambil menahan tangisan.
Astaghfirullah.
Ya Allah, Kau berkatilah usaha mereka, Kau redhailah usaha mereka dalam memberikan yang terbaik kepada amanahMu itu. Ameen.
Selasa, 12 Julai 2011
Panggilan suster(Nurse) untuk koas (Medical student)
Assalamualaikum wrt wbt,
Alhamdulillah, saya telah selamat sampai ke Karawang, sebuah daerah di Jawa Barat, mempunyai Hospital Daerah yang cukup besar. Layaknya sebuah Hospital Pusat.
Syukur, banyak peluang untuk belajar dan beribadah, tidak kurang juga pengorbanan masa, istirehat dan juga kewangan.
Sebuah pengorbanan untuk ke SyurgaNya. Ameen, insyaAllah.
Saya ingin berkongsi pendapat, mungkin bermanfaat dan mungkin juga tidak. Mungkin ada yang bersetuju dan mungkin juga tidak. Ini hanyalah pendapat peribadi dan silakan berdiskusi atau mengemukakan idea kalian dengan cara berhemah. InsyaAllah, saya akan menerimanya dengan hati yang terbuka.
Baiklah, sebagai istilahnya Dokter Magang, hanya tinggal selangkah lagi sebelum angkat sumpah (Hippocratic Oath), saya belajar suatu hal. Hal yang mungkin penting untuk saya sampaikan kepada semua adik-adik Medical students umumnya dan Koas (UNPAD) khususnya.
Sewaktu Oncall, pasti ramai yang "terkena" dipanggil "Sus" atau "Bu suster" atau seangkatan dengannya yang merujuk kepada "Nurse" bahasa Inggerisnya. Ada yang merasa kurang selesa. Biar saya teka kenapa anda merasa kurang selesa.
"Penat-penat aku belajar 5 - 6 tahun, dia panggil aku "sus""
"Hello, apa suster-suster? I'm Medical student ok?!"
Baiklah saya yakin, mungkin ada yang tidak pernah mengungkapkan seperti di atas kepada keluarga pesakit dan hanya menyimpannya atau menggerutu di dalam hati saja kerana atas dasar hormat. "Hello, apa suster-suster? I'm Medical student ok?!"
Tahniah kerana saling menghormati itu juga merupakan sebuah elemen penting etika seorang dokter.
Dulu, saya akui pernah merasa kurang selesa apabila ditegur sebagai "Suster". Namun begitu, saya memberikan ruang buat diri agar berfikir dan bertindak rasional. Alhamdulillah, di sini ingin saya kongsikan beberapa hal.
Ada suatu hal yang sangat crucial ingin saya tekankan.
Pertama, perawat juga adalah manusia yang sedang beribadah.
Jangan sesekali memandang rendah kepada tugas seorang jururawat. Jangan sekali merasa terhina jika dipanggil sedemikian. Tidak sehina dan serendah yang kalian fikirkan (segelintir dari manusia).
Jururawat adalah kaki dan tangan dokter. Tanpa mereka, tidak mungkin kita dapat melayani hampir 50 pesakit sehari. Saya telah merasakan hal tersebut. Saya telah turun hampir 2 bulan lebih ke dunia realiti perubatan. Walaupun singkat, namun begitu saya tahu bagaimana hubungan simbiosis antara seorang dokter dan jururawat itu perlu bagi menjamin kepuasan dan pelayanan medis yang optimum.
Seorang pakar/specialist sahaja menghormati dan menghargai keberadaan seorang jururawat, kenapa perlu kita yang hanya mentah bertih jagung mahu bongkak ke langit?
Tersenyumlah. Introspeksi diri.
Kedua, lihat kekurangan diri dan ubahlah.
Mahu atau tidak, kalian dan saya, harus berfikir dan bertindak seperti mana seorang dokter harus lakukan. Mungkin sahaja keluarga pesakit memanggil kita dengan panggilan yang macam-macam kerana merasa kurang yakin dengan perwatakan kita.
Seorang jururawat adalah mereka yang lemah-lembut, sangat dekat dengan keluarga pesakit. Ibarat seorang ibu dalam institusi keluarga. Apa-apa yang mereka (keluarga pesakit atau pesakit) perlukan, akan langsung disampaikan kepada jururawat. Jururawat adalah primer contact mereka. Mereka lebih kenal jururawat dari dokter.
Kalau seorang pesakit itu bertemu dengan jururawat mungkin sejam atau lebih dalam sehari, sebaliknya berlaku dengan keberadaan seorang dokter. Rasio nya mungkin 10:1 waktu yang seorang dokter mampu peruntukan.
Seorang dokter mungkin maksimal memperuntukkan waktunya 30 minit dalam melayani seorang pesakit. Oleh itu, pesakit akan merakam khas dalam kepala mereka perwatakan seorang dokter itu bagaimana. Cara mereka, gaya mereka, pertuturan mereka, attitude mereka. Semuanya.
Jika kita tidak dipanggil dokter, mungkin saja kesalahannya datang dari kita sendiri yaitu kita belum bersikap seperti layaknya seorang dokter. Dan mereka panggil jururawat bukan kerana adanya strata dokter lebih tinggi dari jururawat tetapi hanya ada 2 manusia yang mereka kenal dalam memberikan khidmat pelayanan medis mereka yaitu kalau tidak dokter, mungkin jururawat.
Kalau paramedik boleh menangani pesakit di hospital, tidak mustahil kita boleh dipanggil "Mbak, Pak paramedik"
InsyaAllah, ini saja mungkin yang ingin saya kongsikan kepada semua.
Sebelumnya, saya memohon maaf ke atas segala kesalahan saya dalam penulisan ini yang mengguris hati adik-adik dan teman-teman saya.
Namun begitu, saya merasa teguran ini perlu dalam membenarkan paradigma dalam berfikir kita.
Pesan 1: Bersihkan minda, sucikan hati, lapangkan jiwa.
Pesan 2: Hilangkan rasa bongkak dan tinggi diri kerana semua dari kita ini milik Ilahi
Pesan 3: Selamat berjuang buat semua dan juga diriku! :))
Sabtu, 9 Julai 2011
Anak tentera itu (part 1)
Assalamualaikum wrt wbt,
Alhamdulillah, puji syukur ke hadrat Allah SWT, semalam merupakan hari terakhir kami dokter magang berkhidmat di RSUD Soreang (District Hospital).
Perasaan bercampur baur. Ada rasa suka kerana kami telah selesai 1 lagi bagian dengan a very good ending. We laughed, we enjoyed very much, we learned so much things, not to forget, we being scolded! Haha.
Ada rasa sedih. Perpisahan dengan guru hebat kami, semua kakitangan hospital, teman sejawat Intern Unisba, adik-adik Yarsi dan tidak dilupakan, Warung Sugema. Boleh dikira berapa kali saja yang saya tidak makan di sini :|
Life must go on. We choose our path, to be sad, to be happy, to be whatever we want to.
Baiklah, saya di sini ingin bercerita. Cerita tentang kehidupan saya sendiri.
(Oh, tidak mungkin saya mahu bercerita tentang kehidupan orang lain kan?)
Sempat suatu ketika dulu, saya dilambakkan dengan persoalan ini,
Dalam hati saya, "Ya Allah, kesiannya makhluk Allah yang satu ini. Punyalah sempit pemikiran dia. Sampai ingat kerja tentera itu perang je. Aku suruh bapak aku tembak ko pakai senapang M-16 baru tau"
Cuba teka umur saya berapa?
Haiyoo..siapa betul, dapat coklat 3 hari 2 malam, beli sendiri.
Ok, umur saya tahun ini 25 tahun. Itu bermakna, 25 tahun saya hidup dengan surrounding tentera.
Saya dibesarkan oleh tentera (ayah saya maksudnya), saya dididik dengan didikan tentera, saya bersekolah di sekolah tentera (sekolah rendah, darjah 1 je, Sekolah Kem Lok Kawi, Sabah),
Pertama, kerja tentera.
Bukan sekadar, kalau negara berperang, baru fungsi tentera dikerahkan. Tidak, mari saya berikan beberapa contoh, mungkin saya sentuh secara surface sahaja ya.
Ok, pernah dengar Perang Perkauman di Darfur, Sudan?
Atau masih ingat tentang krisis di Bosnia Herzigovina?
Atau pernah tahu tentang penyelidikan bahan kimia di Jerman?
Siapa yang ke sana?
Siapa yang dahulu menghulurkan bantuan dan siap mengatakan "Sedia" tanpa perlu kita membuat kempen besar-besaran memberi kesadaran pada orang umum.
Jawapannya, tentera dan semua anggota keamanan negara.
Sebelum sempat promosi kerajaan sampai ke umum, bantuan tentera telah dahulu diberikan.
Saya (dan keluarga) pernah berpisah dengan babah untuk setahun atau lebih dari itu kerana tugas babah yang menuntut beliau sentiasa siap berada di bagian depan.
Alhamdulillah, dengan posisi dan pangkat yang babah ada sekarang, beliau sering dilantik menjadi Team Leader. Jika Team Leader, kena faham bahawa perancangan dan manajemen ketenteraan di bawah kuasa babah. Babah akan mewakili team Engineer dan ada juga team doktor tentera serta banyak lagi.
Kedua, pernah dengar tentang penstrukturan jambatan, jalan raya, limbah dan pelbagai lagi infrastruktur umumnya?
Salah satu fungsi tentera adalah keterlibatan mereka di dalam usaha kerajaan untuk membina infrastuktur tersebut. Pasti ramai yang tidak tahu kerana tidak mungkin sebuah badan keamanan negara mempromosikan diri mereka sendiri di TV. Macam seorang doktor di Hospital Kerajaan mempromosikan jasa mereka di TV. Ada ke? Mana ada. Sebab itu ramai yang berfikiran sempit dengan tentera.
Ketiga, Naik truck pergi tempat kerja.
Haha. Ini adalah lawak millenium (ok, ini sindiran ya!)
Sini, kenderaan yang diberikan kepada tentera bergantung kepada pangkat mereka. Alhamdulillah, sekali lagi, babah kalau ke tempat kerjanya akan menaiki kereta tentera yang dipandu oleh driver peribadi. Babah tidak perlu naik truck kalau mahu ke mana-mana.
Lagipun, bukan masalah naik truck atau naik kereta yang menjadi fokus tetapi facilities yang diberikan kepada tentera bergantung kepada pangkat mereka.
Keempat, facilities lainnya seperti rumah, biasiswa dan paling penting, biaya kesihatan. Ingat saya pernah dioperasi dulu kerana ketumbuhan di pinggang saya?
Alhamdulillah, saya diberikan layanan yang superb baik dari segi pelayanan kesihatan dan pelayanan bukan kesihatan seperti facilities ruangan. Syukur!
Sebenarnya banyak lagi tetapi tidak perlu saya sebutkan semua. Alhamdulillah, dengan rezeki tentera inilah saya dibesarkan. Displin, akhlaq, adab, akademik, ekonomi disusun dengan sangat teratur insyaAllah.
Alhamdulillah, puji syukur ke hadrat Allah SWT, semalam merupakan hari terakhir kami dokter magang berkhidmat di RSUD Soreang (District Hospital).
Perasaan bercampur baur. Ada rasa suka kerana kami telah selesai 1 lagi bagian dengan a very good ending. We laughed, we enjoyed very much, we learned so much things, not to forget, we being scolded! Haha.
Ada rasa sedih. Perpisahan dengan guru hebat kami, semua kakitangan hospital, teman sejawat Intern Unisba, adik-adik Yarsi dan tidak dilupakan, Warung Sugema. Boleh dikira berapa kali saja yang saya tidak makan di sini :|
Life must go on. We choose our path, to be sad, to be happy, to be whatever we want to.
Baiklah, saya di sini ingin bercerita. Cerita tentang kehidupan saya sendiri.
(Oh, tidak mungkin saya mahu bercerita tentang kehidupan orang lain kan?)
Sempat suatu ketika dulu, saya dilambakkan dengan persoalan ini,
Aimi, your father army right?
Your father naik truck tentera eh kalau nak pergi kerja?
Sekarang dah tak perang, so what is actually the function of army, i mean, your father?
For me, tentera is tentera. They have nothing to do except physical training. Haha
Your father naik truck tentera eh kalau nak pergi kerja?
Sekarang dah tak perang, so what is actually the function of army, i mean, your father?
For me, tentera is tentera. They have nothing to do except physical training. Haha
Dalam hati saya, "Ya Allah, kesiannya makhluk Allah yang satu ini. Punyalah sempit pemikiran dia. Sampai ingat kerja tentera itu perang je. Aku suruh bapak aku tembak ko pakai senapang M-16 baru tau"
Cuba teka umur saya berapa?
Haiyoo..siapa betul, dapat coklat 3 hari 2 malam, beli sendiri.
Ok, umur saya tahun ini 25 tahun. Itu bermakna, 25 tahun saya hidup dengan surrounding tentera.
Saya dibesarkan oleh tentera (ayah saya maksudnya), saya dididik dengan didikan tentera, saya bersekolah di sekolah tentera (sekolah rendah, darjah 1 je, Sekolah Kem Lok Kawi, Sabah),
Pertama, kerja tentera.
Bukan sekadar, kalau negara berperang, baru fungsi tentera dikerahkan. Tidak, mari saya berikan beberapa contoh, mungkin saya sentuh secara surface sahaja ya.
Ok, pernah dengar Perang Perkauman di Darfur, Sudan?
Atau masih ingat tentang krisis di Bosnia Herzigovina?
Atau pernah tahu tentang penyelidikan bahan kimia di Jerman?
Siapa yang ke sana?
Siapa yang dahulu menghulurkan bantuan dan siap mengatakan "Sedia" tanpa perlu kita membuat kempen besar-besaran memberi kesadaran pada orang umum.
Jawapannya, tentera dan semua anggota keamanan negara.
Sebelum sempat promosi kerajaan sampai ke umum, bantuan tentera telah dahulu diberikan.
Saya (dan keluarga) pernah berpisah dengan babah untuk setahun atau lebih dari itu kerana tugas babah yang menuntut beliau sentiasa siap berada di bagian depan.
Alhamdulillah, dengan posisi dan pangkat yang babah ada sekarang, beliau sering dilantik menjadi Team Leader. Jika Team Leader, kena faham bahawa perancangan dan manajemen ketenteraan di bawah kuasa babah. Babah akan mewakili team Engineer dan ada juga team doktor tentera serta banyak lagi.
Kedua, pernah dengar tentang penstrukturan jambatan, jalan raya, limbah dan pelbagai lagi infrastruktur umumnya?
Salah satu fungsi tentera adalah keterlibatan mereka di dalam usaha kerajaan untuk membina infrastuktur tersebut. Pasti ramai yang tidak tahu kerana tidak mungkin sebuah badan keamanan negara mempromosikan diri mereka sendiri di TV. Macam seorang doktor di Hospital Kerajaan mempromosikan jasa mereka di TV. Ada ke? Mana ada. Sebab itu ramai yang berfikiran sempit dengan tentera.
Ketiga, Naik truck pergi tempat kerja.
Haha. Ini adalah lawak millenium (ok, ini sindiran ya!)
Sini, kenderaan yang diberikan kepada tentera bergantung kepada pangkat mereka. Alhamdulillah, sekali lagi, babah kalau ke tempat kerjanya akan menaiki kereta tentera yang dipandu oleh driver peribadi. Babah tidak perlu naik truck kalau mahu ke mana-mana.
Lagipun, bukan masalah naik truck atau naik kereta yang menjadi fokus tetapi facilities yang diberikan kepada tentera bergantung kepada pangkat mereka.
Keempat, facilities lainnya seperti rumah, biasiswa dan paling penting, biaya kesihatan. Ingat saya pernah dioperasi dulu kerana ketumbuhan di pinggang saya?
Alhamdulillah, saya diberikan layanan yang superb baik dari segi pelayanan kesihatan dan pelayanan bukan kesihatan seperti facilities ruangan. Syukur!
Sebenarnya banyak lagi tetapi tidak perlu saya sebutkan semua. Alhamdulillah, dengan rezeki tentera inilah saya dibesarkan. Displin, akhlaq, adab, akademik, ekonomi disusun dengan sangat teratur insyaAllah.
Langgan:
Catatan (Atom)